Salah satu sisi menarik kandungan Al-Qur’an adalah keterkaitan dengan masalah psikologi dan karakter manusia.
Yaitu, bagaimana cara Al-Qur’an mengajak manusia untuk berpikir.
Ada
banyak jalan di dalam Al-Qur’an yang membuka pemikiran, sehingga
manusia mau menggunakan akal sesuai dengan fungsinya untuk berpikir.
Secara
eksplisit atau dalam istilah ‘Ulumul Qur’an disebut mantuq (makna yang
tampak jelas menempel pada lafal), Al-Qur’an menggunakan kata-kata afala
ta'qilun, afala tadzakkarun, afala tatadabbarun, afala tatafakkrun yang
berarti "apakah kalian tidak berpikir?", pada banyak ayatnya. Intinya
merangsang manusia untuk menggunakan akal dan pikirannya.
Namun tidak jarang Al-Qur’an menggunakan perumpamaan atau kisah yang secara implisit mengajak manusia untuk berpikir.
*****
Misalnya
ketika Allah SWT menjelaskan kepada manusia bahwa sedekah yang
dikeluarkan karena riya, tidak ikhlas dan menyakiti orang yang
menerimanya, tidak akan membuahkan pahala sesuatupun.
“Wahai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala)
sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan sipenerima),
seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan
dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian”.
Maka
perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah ,
kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak
berdebu)...". (QS.2. Al Baqarah 264).
Al-Qur’an mendeskripsikan
kondisi sebuah lempengan batu yang tertutup lapisan pasir tipis.
Sekilas, jika tidak dicermati, tanah itu tanah yang subur.
Begitu
juga dengan sedekah yang disertai dengan menyebut-nyebut dan menyakiti,
manusia akan menyangka sedekah tersebut diterima, padahal sebenarnya
tidak membuahkan pahala sedikitpun seperti halnya lapisan pasir dan
tanah yang disapu guyuran hujan.
*****
Contoh lain, ketika
Allah SWT "mengilustrasikan" tuhan-tuhan yang disembah selain Dia dan
menegaskan lemahnya kekuatan mereka, Allah menjelaskannya dalam untaian
kalimat perumpamaan yang menusuk hati.
QS.29. Al-Ankabut 41:
"Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah
adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah
yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui."
Pemakaian
kata laba-laba sebagai musyabbah bihi (kata yang menjadi perumpamaan),
dan pekerjaan membuat sarang sebagai wajhus syabh (sisi atau sifat yang
sama, yaitu lemah), sangatlah beralasan.
Allah mentafsirkan
orang-orang yang mempersekutukanNya ibarat laba-laba. Capek-capek ia
buat, ternyata sangat lemah dan rapuh. Dengan hanya sekali tiup, terbang
serta rusaklah rumah laba-laba itu.
*****
QS.7. Al-A'raf 40:
"Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami dan
menyombongkan diri terhadapNya, sekalikali tidak akan dibukakan bagi
mereka pintu-pintu langit, dan tidak pula mereka masuk surga, hingga
unta masuk ke lubang jarum".
Ayat-ayat itu menggambarkan sebuah perumpamaan yang sekilas kelihatan remeh namun bisa membuat hati bergetar.
Betapa tidak?
Allah
mengganjar orang-orang yang mendustakan ayat-ayatNya dan menyombongkan
diri terhadapNya dengan tidak masuk surga selama unta tidak bisa masuk
ke lubang jarum. Artinya, mereka tidak mungkin masuk surga
selama-lamanya.
*****
QS.14. Ibrahim 18: "Orang-orang yang
kafir terhadap Tuhannya, amal-amal mereka seperti abu yang ditiup angin
dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat
mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di
dunia)...".
Dari ayat tersebut, tergambar jelas bagaimana jika
amal perbuatan tidak dilandasi dengan iman, sekalipun perbuatan itu baik
di mata agama dan masyarakat maka akhirnya seperti debu yang ditiup
angin yang kencang, berhamburan dan tercerai berai ke segala penjuru dan
tidak akan pernah berkumpul kembali.
****************
Kadangkala
Allah menggunakan kata-kata tertentu yang jika diucapkan secara jahr,
memunculkan gambaran tentang keadaan dan situasi tentang materi yang.
dimaksud.
*****
Misalnya, ketika Allah SWT menjelaskan tentang
was-was dalam QS.114. An Nas 1 – 6, Dia memilih kata-kata yang menjadi
akhir ayat dengan huruf yang secara dominan menjadi penyusun kata waswas
itu sendiri yaitu huruf sin.
Ketika dibaca dan dilafalkan ayat
demi ayat secara berurutan (washal) sampai akhir surat, seakan-akan
terjadi pengucapan secara berulang-ulang pada kata was-was dan
mengandung penekanan makna dari kata tersebut.
Begitu pula dengan
kata-kata yang Allah SWT pilih sebagai sinonim hari kiamat. Dari segi
pengucapannya, sangatlah berat seakan-akan menggambarkan kondisi hari
kiamat yang juga bisa jadi lebih berat.
Dalam hal ini kata-kata
As-Shaakhah dan At Thaammah perlu dicermati. Jika diamati dari sisi ilmu
tajwid, kedua kata tersebut terdapat bacaan mad lazim Mutsaqqal kilmi,
karena setelah huruf mad terdapat taysdid. Artinya dalam pengucapannya
ada penekanan yang berat (mutsaqqal).
*****
Demikian pula,
pada pemilihan kata-kata "Yasysyaqqaqd', QS.2. Al Baqarah 74: "...Dan di
antaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air dari batu
tersebut..."
Dengan hanya melafalkan ayat itu, tergambar jelas
dahsyatnya air yang muncrat dari pecahan batu tersebut. Dalam makhanjul
huruf (tempat keluarnya huruf), huruf syin keluar dari tengah lidah dan
langit atas.
Selain itu, Syin juga mempunyai sifat tafassyi yang
artinya menyebar. Yaitu, menyebarnya udara ke seluruh mulut ketika
mengucapkan huruf syin, seperti tersebarnya percikan air ke segala
penjuru ketika keluar pertama kalinya.
Perlu juga dicermati
penggunaan kata "Yassha'add pada QS.6 Al-An'am 125: " Dan barangsiapa
yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya
sesak lagi sempit, seolah-olah dia lagi mendaki langit..".
Ketika ayat itu dibaca sampai pada kata Yassha'adu, dari sisi bunyi atau lafal seolah-olah tersedak atau tercekik.
*****
Wajar,
karena pada kata tersebut, terdapat dua huruf isti'la, artinya lidah
terangkat , sehingga terkesan berat ketika mengucapkan huruf tersebut.
Menariknya, huruf shad dan 'ain ditasydid, kalau diuraikan dan dijumlahkan ada 4 huruf isti'la, 2 shad dan 2 'ain.
Kondisi yang sama akan dialami jika seseorang naik ke langit dan mencapai ketinggian tertentu dimana tidak ada oksigen.
Dengan kata lain, dengan membunyikan ayat Al-Qur’an, sudah dapat ditangkap makna yang dikandungnya, subhanallah....
****************
Cara yang lain yang juga dipakai Al-Qur’an adalah dengan melontarkan pertanyaan oratoris.
Yaitu, pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban.
Misalnya QS.6 Al-An'am 46 dan 47:
"Katakanlah:
"Terangkanlah kepadaku, jika Allah mencabut pendengaran dan penglihatan
serta menutup hatimu, siapakah Tuhan selain Allah yang kuasa
mengembalikan kepadamu? Perhatikanlah bagaimana kami berkali-kali
memperlihatkan tandatanda kebesaran (kami), kemudian mereka tetap
berpaling (juga)."
Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku, jika
datang siksaan Allah kepadamu dengan sekonyong-konyong atau
terang-terangan, maka adakah yang dibinasakan Allah selain orang-orang
yang dzalim?"
Pertanyaan yang terdapat pada ayat itu sangat
menggelitik dan membuat manusia berpikir. Ilmu kedokteran modern dengan
didukung teknologi yang canggih pun tidak akan sanggup membuat mata dan
telinga menyamai ciptaan Allah yang asli baik secara bentuk maupun
fungsi, apalagi membuat organ dalam manusia.
Jujur, terhadap
orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah, pada dasarnya mereka tidak
menggunakan akal pikiran mereka, kalaupun mereka memakainya, mereka
mengingkari akal dan hati mereka sendiri.
Wajar, jika Allah
menggunakan kata kafir untuk menyebut orang yang semacam ini, karena
secara bahasa kafir adalah mengubur, menanam, menutup.
Mereka mengubur dan menanam dalam-dalam apa yang dikatakan oleh akal dan hati mereka karena kesombongan dan nafsu mereka.